Kembali, Terjadi Kelalaian Pertamina

Perkembangan pembangunan di Indramayu semakin meningkat dari tahun ke tahun baik pembangunan bidang industri maupun non-industri. Khususnya di bidang industri, industri migaslah yang bisa dikatakan maju karena Kabupaten Indramayu terdapat pengolahan minyak terbesar.
Pengolahan minyak PT (Persero) Pertamina UP VI Balongan merupakan unit pengolahan minyak yang sangat berpengaruh dan vital bagi negara, karena pengolahan minyak tersebut yang menyokong kebutuhan BBM, DKI, Jawa Barat, dan sebagian Jawa Tengah.
Dampak keberadaan pengolahan minyak di Kabupaten Indramayu membawa pengaruh baik dan positif, diantaranya adalah penyerapan tenaga kerja, peningkatan kesejahteraan perekonomian masyarakat sekitar dan pemasukan pendapatan asli daerah (PAD). Tetapi selain membawa pengaruh baik dan positif, keberadaan industri pengolahan minyak ternyata membawa pengaruh buruk.
Dampak buruk yang ditimbulkan akibat kegiatan industri pengolahan minyak antara lain adalah pencemaran dan kerusakan lingkungan akibat limbah yang dihasilkan. Kegiatan pengolahan tersebut akan menghasilkan limbah padat, cair, dan juga udara yang jelas akan membawa dampak pada penurunan kualitas lingkungan dan kesehatan.
Selain dampak buruk tersebut, ternyata masih ada dampak yang lebih besar dan mengancam. Kebocoran pada saat pengangkutan yang pastinya sangat berpotensi besar menimbulkan pencemaran laut dan darat/pantai. Hal ini bisa terjadi karena kegiatan loading dan unloading (pengangkutan) dari kapal tangker tidak dilakukan sesuai SOP (standard operasional) atau bahkan bisa terjadi karena sebuah kelalaian.
Dan untuk kesekian kalinya kelalaian ini kembali terjadi pada 14 September 2008. Crude oil (minyak mentah yeng menjadi bahan baku) kembali bocor pada saat loading dari kapal tangker MT Arendal ke Kilang Balongan. Crude Oil jenis duri yang sandar di SBM 150.000 DWT melakukan unloading mengalami kerusakan yaitu terjadi sobekan pada Floating Hose (selang).
Akibat kebocoran itu, volume tumpahan crude oil mencapai kurang-lebih 3000m3. Yang membuat gemas, pada 3 Oktober 2008 kembali terjadi tumpahan minyak jenis Nail Blam/Sudan Crude dengan volume tumpahan kurang-lebih 200m3.
Tumpahnya crude oil ke laut telah menimbulkan pencemaran air dan tanah/pantai. Sekitar 40 km pantai Indramayu tercemar yang terbentang dari pantai Balongan hingga hingga pesisir Losarang, ekosistem pantai dan ribuan pohon mangrove terancam.
Tidak hanya pencemaran, kerugian ekonomi pun tak terelakan. Puluhan hektar tambak gagal panen karena air tambak tercemar dan puluhan perahu nelayan kecil tidak berpoerasi karena bagian pantai tercemar tumpahan crude oil. Kembali masyarakat yang menjadi korban.

TAK TINGGAL DIAM
Melihat kejadian ini, kejadian yang menyengsarakan masyarakat pesisir Indramayu, Pemerintah Indramayu tidak tinggal diam, Bupati H. Irianto M.S Syafiuddin langsung membuat keputusan Bupati Nomor 660.3.05/Kep.939.A-DPLH/2008 tentang Pembentukan Tim Pembersihan Ceceran Crude Oil melalui Dinas Pertambangan dan Lingkungan Hidup dengan bekerjasama dengan Kantor Pelabuhan, Pol Airud, dan TNI AL serta Pertamina sebagai penanggung jawab.
Tim pembersihan ceceran Crude Oil tersebut melibatkan LSM dan sekitar kurang-lebih 1.300 masyarakat sekitar yang terkena dampak sebagai pekerja (tenaga pembersihan), dimana hingga 17 Oktober untuk sementara telah terkumpul limbah minyak bercampur pasir sebanyak 5.184 Ton.
Selain membentuk tim pembersihan, pemerintah pun membentuk tim independen yang terdiri dari beberapa ahli yang bertugas melakukan pendataan dampak pencemaran dan menghitung kerugian akibat pencemaran.
Di samping menghitung kerugian yang harus dibayarkan Pertamina, tim ini jugalah yang akan melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai hasil perhitungan ganti rugi dengan didampingi oleh koordinator kabupaten.
Ketika nantinya pembersihan selesai dan proses ganti rugi kepada masyarakat juga selesai, masih ada satu permasalahan yang belum terselesaikan, pemulihan ekosistem dan pemulihan kualitas lingkungan. Dan ini akan membutuhkan waktu yang cukup lama dimana terdapat ribuan pohon mangrove mati, kualitas air laut yang tercemar dan tanah pantai yang tercampur ceceran crude oil.
Dari beberapa kejadian kebocoran pada saat pengangkutan minyak yang mengakibatkan pencemaran air laut, semuanya membuat kerugian bagi masyarakat khususnya petani tambak dan nelayan serta membuat kerusakan akosistem pantai. (bagus)


H. Juhadi (Ketua KOMPI)
Pertamina harus Memberikan Ganti Rugi

Terjadinya pencemaran karena tumpahnya crude oil dilaut yang mengakibatkan kerusakan ekosistem pantai dan mengakibatkan kerugian bagi petambak dan nelayan kembali membuat geram beberapa LSM lingkungan hidup. Di antaranya adalah KOMPI (Komonitas Masyarakat Pesisir) yang kembali angkat bicara. Saat ditemui MH, Ketua KOMPI H. Juhadi menyatakan keprihatinannya atas terjadinya pencemaran dan meminta agar PERTAMINA memberikan kompensasi kepada masyarakat yang terkena dampak pencemaran.
“saya berharap pertamina memberikan ganti rugi kepada semua komunitas baik nelayan dan petani tambak karena mereka yang benar – benar terkena dampak” tegasnya.
Pernyataan H. Juhadi yang menyatakan bahwa Pertamina harus mengganti kerugian masyarakat yang terkena dampak adalah dimaksudkan agar tidak sampai terjadi gejolak sosial di masyarakat yang disebabkan karena kerugian akibat pencemaran.
H. Juhadi juga memberikan masukan kepada tim independent yang akan mengkaji dampak pencemaran dan menghitung ganti rugi untuk bisa mengkaji secara ilmiah dan objektif, hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kerugian yang cukup besar pada nelayan dan petani tambak yang terkena dampak pencemaran.
Menurut H. Juhadi, dengan terjadinya pencemaran laut maka semua tambak yang airnya mengambil langsung dari laut akan berpotensi mengalami pencemaran.
Ia menambahkan, demi kelangsungan usaha tambak dan nelayan kedepan serta untuk PT. PERTAMINA itu sendiri diharapkan agar tidak terjadi kejadian pencemaran seperti ini lagi. (bagus)

Drs. H. Suherman. (Kepala Dinas Pertambangan dan Lingkunag Hidup Kab. Indramayu)
Sepenuhnya Tanggung Jawab PERTAMINA

Pencemaran yang menimbulkan kerusakan lingkungan dan juga menimbulkan kerugian yang tidak sedikit di masyarakat membuat Pemerintah Indramayu segera melakukan tindakan-tindakan terutama dimaksudkan agar tidak sampai terjadi gejolak di masyarakat.
Dinas Pertambangan dan Lingkungan Hidup (DPLH) adalah dinas yang paling berperan dalam hal ini karena membidangi lingkungan hidup.
Saat ditemui MH di ruang kerjanya, Kepala DPLH Indramayu Drs, H. Suherman menyatakan bahwa pemerintah akan menjadi fasilitator antara masyarakat yang terkena dampak dengan pihak Pertamina. “Pemerintah akan memfasilitasi dan mengkoordinasikan antara masyarakat dengan pertamina, adapun hal-hal yang timbul akibat tumpahan minyak ini akan menjadi tanggung jawab pertamina,” ungkapnya.
Drs, H. Suherman menegaskan, DPLH sebagai Dinas yang bertanggung jawab atas masalah lingkungan akan menuntut kepada pertamina agar melakukan recovery (pemulihan) lingkungan bilamana terjadi kerusakan pada lingkungan hidup seperti biota-biota laut dan tanaman-tanaman yang berada di pantai seperti mangrove.
Saat ditanyakan proses penanganan pencemaran H. Suherman menjelaskan, ada tiga tahapan penanganan pencemaran, tahapan yang pertama adalah pembersihan tumpahan minyak, kedua adalah pendataan dampak pencemaran seperti kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dan pendataan nilai kerugian/ganti rugi yang kemudian disosialisasikan pada masyarakat, dan tahapan yang terakhir adalah pemulihan lingkungan.
H. Suherman mengingatkan kepada pihak industri, ketika melakukan kegiatan loading-unloading (pembongkaran) crude oil agar menggunakan SOP-nya dengan benar supaya tidak kembali terjadi kecelakaan yang mengakibatkan kebocoran yang kemudian menimbulkan pencemaran pada lingkungan. (bagus)



Banyah (Petani tambak asal Ds. Karang Song).
Iwake pada akeh sing mati

Pihak yang terkena dampak langsung akibat pencemaran adalah masyarakat khususnya masyarakat pesisir seperti para petani tambak dan para nelayan perahu kecil. Merekalah yang paling merasakan dampak negative pencemaran.
Banyah, salah seorang petani tambak asal Desa Karang Song saat ditemui MH di area tambak Ds. Karang Song, ia menceritakan apa yang dialami para petani tambak sebagai akibat dari pencemaran.
“Wong empang pada akeh sing mati iwake kaya mati kena obat” (Red: petani tambak ikannya banyak yang mati, matinya seperti karena obat), ungkap Banyah dengan nada emosi.
Sikap emosi banyah tersebut adalah sikap wajar sebagai akibat kekesalan yang timbul karena terjadinya pencemaran yang membuat para petambak merugi. “nelayan cilik pada ngurangi, kena ning kenene pada mati rajungan bari kerange kena minyak” (Red: nelayan kecil berkurang, karena disini rajungan dan kerangnya banyak yang mati karena minyak), tambah banyah.
Keprihatinan yang dirasakan bukan kali ini saja terjadi, sudah berulang – ulang terjadi dan seringkali menimbulkan kerugian. Untuk itu banyah dan para petambak serta para nelayan mengharapkan agar proses ganti rugi oleh pertamina harus sesuai agar tidak terjadi kerugian yang cukup besar bagi petambak dan nelayan. (bagus)



Irianto Ginting (General Manager Pertamina UP VI Balongan)
Kami berkomitmen mengganti rugi

Berkaitan dengan terjadinya kebocoran crude oil yang mengakibatkan pencemaran lingkungan dan menimbulkan kerugian bagi masyarakat, General Manager UP VI Pertamina Irianto Ginting saat acara pembahasan dampak pencemaran yang bertempat di ruang Data I Pemda Indramayu, Kamis (6/11) membenarkan terjadinya kebocoran crude oil dan menyatakan akan mengganti rugi semua kerugian yang dialami masyarakat.
“kami komitmen dan tetap berkoordinasi dengan pusat perihal kompensasi ganti rugi yang akan kami keluarkan” jelas Irianto Ginting dihadapan Sekda Indramayu, DPLH, pejabat Kecamatan dan Desa yang wilayahnya tercemar, perwakilan LSM dan perwakilan masyarakat.
Pemberian kompensasi atau ganti rugi bagi petambak dan nelayan harus segera ada kejelasan.
Hal ini dikarenakan yang hanya diketahui dan dipahami para petambak dan nelayan adalah telah terjadinya pencemaran di laut yang mengakibatkan tercemarnya tambak dan pantai sehingga membuat mereka merugi dan segera menginginkan ada kompensasi untuk mengganti kerugian yang mereka derita dan bukanlah penjelasan pendataan – pendataan ilmiah.
Keberadaan limbah perusahaan industri memang tidak dapat dihindarkan, sebagai efek negatifnya sudah pasti akan terjadi pencemaran baik udara maupun air, apalagi sampai terjadinya kecelakaan yang mengakibatkan kebocoran.
Untuk itu diharapkan kepada Pertamina agar melakukan tindakan – tindakan perventif (pencegahan) untuk meminimalisir kejadian kecelakaan – kecelakaan berupa kebocoran agar tidak sampai terjadi pencemaran. (bagus)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama