Kasus PLTU Pelanggaran Administratif Kesalahan Dapat Diperbaiki Secara
Administratif

Kasus dugaan mark up pengadaan tanah Pembangkit Listrik Tenaga Uap
(PLTU) Sumuradem, terutama soal akta pelepasan hak guna usaha (HGU),
menurut pakar hukum perdata dari Universitas Jendral Soedirman
Purwokerto, Dr. Nurazis, merupakan pelanggaran administratif. Hal itu
terungkap dalam persidangan lanjutan kasus mark up pengadaan tanah
PLTU Sumuradem di Pengadilan Negeri (PN) Indramayu dengan terdakwa
Agung Rijoto (pengusaha), Rabu (30/3).

Dr. Nurazis yang dihadirkan sebagai saksi ahli, berpendapat, pelepasan
hak guna usaha (HGU) dalam pengadaan tanah PLTU Sumuradem lebih tepat
merupakan pelanggaran administratif. "Kesalahan yang dilakukan dalam
akta pelepasan HGU dalam pengadaan tanah PLTU, bukan merupakan tindak
pidana korupsi, melainkan merupakan pelanggaran administratif,"
katanya.

Dalam kesempatan itu, Dr. Nurazis menilai, dengan asumsi tersebut,
kesalahan yang dilakukan, dapat diperbaiki secara administratif, agar
semua kelengkapan dalam proses ganti rugi tanah sesuai dengan
undang-undang yang berlaku. "Jika ditemukan kesalahan administratif,
yang harus dilakukan adalah memperbaiki kesalahan prosedural itu
secara administratif," katanya.

Seperti biasanya, sidang lanjutan dengan agenda keterangan saksi ahli
yang diajukan terdakwa dipimpin Haryanta, saksi ahli lainnya yang
dihadirkan yakni pakar hukum pidana dari Universitas Diponegoro
(Undip) Semarang, Prof. Beny Wiyanto juga menerangkan keterangan yang
sama dengan saksi ahli hukum perdata.

Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, Dan Bildansyah, SH, mengatakan,
kliennya dalam proses ganti rugi, khususnya yang berkaitan dengan
tanah HGU, didasarkan atas keabsahan dari Panitia Pengadaan Tanah
untuk Negara (P2TUN) Kabupaten Indramayu serta notaris. "Tidak ada
yang mempersalahkan proses ganti rugi kepada terdakwa selaku pemegang
kuasa dalam pelepasan HGU. Hal itu didasarkan, dalam prosesnya telah
mendapatkan penjelasan resmi dan persetujuan dari P2TUN serta notaris
yang juga sebagai ahli hukum," katanya.

Terdakwa juga mengaku mendapatkan legalitas, karena menganggap
prosedurnya telah dilakukan sesuai dengan ketentuan. Dan Bildansyah
berharap, kesaksian kedua saksi ahli dalam persidangan tersebut oleh
majelis hakim dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk memberikan
vonis nanti pada saatnya. Selain itu, Dan Bildansyah menambahkan,
keterangan saksi ahli itu semakin memperkuat keabsahan akta pelepasan
hak guna usaha (HGU) dalam pembebasan tanah PLTU Sumuradem. Terlebih,
pihaknya menganggap proses pengadaan tanah yang dilakukan oleh P2TUN
Kabupaten Indramayu dalam proses pembebasan tanah di lokasi proyek
PLTU Sumuradem seluas 82 hektare, telah sesuai dengan prosedur yang
ada. Pasalnya, pijakan atau landasan hukum dalam proses pembebasan
tanah PLTU Sumuradem sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 55 tahun
1993 tentang Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Umum, dan Peraturan
Menteri Agraria Nomor 1 tahun 1994 tentang Ketentuan Pelaksanaan
Pembebasan Tanah.

Sementara itu, ketua majelis hakim, Haryanta, mengatakan, setelah
saksi ahli lengkap dihadirkan, dan memberikan keterangan jelas,
rencananya sidang dilanjutkan Kamis (7/4). "Saudara terdakwa, bila
saudara sudah tidak lagi akan menghadirkan saksi ahli, berarti sidang
akan dilanjutkan dengan pemeriksaan saudara," kata Haryanta tegas.
Sidang yang berjalan aman dan tertib sekitar kurang lebih 2,5 jam itu
akhirnya ditunda dengan ketokan palu oleh ketua majelis hakim.(Odoks
Khaerudin/"KC")

Lebih baru Lebih lama